Bottompost 1

Tentang Masalah Kita

External links - Jquery Jika aku harus memilih hidup tanpa dirimu Maka akan aku coba memilihnya Tapi jika aku harus memilih hidup tanpa kasih sayangmu Maka aku akan memilihnya jika kamu memilih aku untuk berpisah dengan mu aku ihklas meninggalkanmu karena hidup pilihan

(Yang Anda Perlu Mencoba Di Sini Curhat Di Komunitas Entplus Tempat Pemecahan Masalah)

CAHAYA MALAM

External links - Jquery Sukma Lara >> PERJUMPAAN >> Waktu kujumpa Dan tanganmu dalam genggamanku Seraya mengucap lirih namamu Kau ucap sebuah nama Tatapan yang penuh arti Menggambarkan keindahan Dengan sorot mata penuh makna Yang saat itu aku tak mengerti Tersipu kadang dengan tangan gemetar Kulepas dari genggamanku Dan kusudahi detik itu Dengan membawa makna dan sejuta arti.

Curahan Hati Para Remaja GO CAHAYA MALAM Kata Mutiara

Mau Punya Blog

External links - Jquery Mau punya blog? Ada banyak cara untuk bisa punya blog. Cara pertama, bikin sendiri di blogger, wordpress atau multiply dan lainnya. Kalo belum bisa ya banyak blog2 yang ngasih.? Caranya..1. PILIH BLOG SESUAI KEINGINAN 2. KIRIM EMAIL PEMESANAN DI FACEBOOK 3. BAYAR LEWAT REKENING Bank BRI no. 4302.01.000214.53.2 a.n CITRAWATI 4. USERNAME EMAIL DAN PASWORD DI KIRIM LEWAT PESAN FACEBOOK atau EMAIL juga bisa lewat SMS 5. TRANSAKSI SELESAI 5. SELAMAT BER - BLOGING RIA Beli Blog

Super Sexy Kesehatan Entples3

Thumbnail image that says sleek button using photoshop that links to a Photoshop tutoril. Tidak dipungkiri lagi jika masalah ejakulasi dini cukup banyak di alami pria Indonesia. Sebagai wanita yang memerlukan 'permainan' menyeluruh, bagaimana menghadapinya? Banyaknya pria yang mengalami ejakulasi dini bukanlah isu belaka. Hal tersebut terbukti dari banyaknya 'obat kuat' yang laku dijual di pasaran.

Sebenarnya definisi ejakulasi dini sedikit rancu. Hal ini tergantung dari pasangannya.

Terobosan Luarbiasa Bagi Anda... Entplus3

Jumat, 16 Juli 2010

PILIHAN HIDUP

Hidup sebuah pilihan. Beruntunglah orang-orang yang memilih Allah sebagai tujuannya. Rasulullah tauladannya. Al Qur’an petunjuk hidupnya. Islam agamanya. Jihad jalan juangnya. Dan mati di jalan Allah adalah cita-cita tertingginya. Sungguh, pilihan Allah adalah pilihan yang terbaik bagi hambaNya.

Al Balkhi bertutur:
Beribadahlah kepada Allah seukuran kebutuhanmu pada Allah.
Ambillah dunia (harta) seukuran usiamu hidup di dunia.
Berbuat dosa kepada Allah seukuran kemampuanmu menahan siksa.
Siapkan perbekalan di dunia seukuran kamu tinggal di dalam kubur.
Dan beramalah untuk syurga sesuai dengan tempat yang dituju.

Ya Tuhanku, panjangnya lamunan dalam urusan dunia telah membuat aku tertipu, kecintaan pada dunia telah merusak jiwaku. Setan menyesatkanku. Nafsu amarah membuatku malas beribadah dan membuatku lebih dekat dengan maksiat. Maka, tunjukilah jalan menuju ridloMu ya, Allah!

CINTA SEJATI ( true Love)

Bismillah,

** baru saja Ana membaca ini dari teman Ana, kisahyang membuat Ana takjub, perempuan yang kuat, semoga ini juga bisa menjdi bahan koreksi seorang pria yang nanti mnjdi suami, kita yg wnaita mnjdi seorang istri, dan ibu yg mnjdi seorang mertua, Amin..., semoga bermanfaat,



Cerita ini adalah kisah nyata… dimana perjalanan hidup ini ditulis oleh seorang istri dalam sebuah laptopnya.

Bacalah, semoga kisah nyata ini menjadi pelajaran bagi kita semua.


***

Cinta itu butuh kesabaran…

Sampai dimanakah kita harus bersabar menanti cinta kita???

Hari itu.. aku dengannya berkomitmen untuk menjaga cinta kita..

Aku menjadi perempuan yg paling bahagia…..

Pernikahan kami sederhana namun meriah…..

Ia menjadi pria yang sangat romantis pada waktu itu.

Aku bersyukur menikah dengan seorang pria yang shaleh, pintar, tampan & mapan pula.

Ketika kami berpacaran dia sudah sukses dalam karirnya.

Kami akan berbulan madu di tanah suci, itu janjinya ketika kami berpacaran dulu..

Dan setelah menikah, aku mengajaknya untuk umroh ke tanah suci….

Aku sangat bahagia dengannya, dan dianya juga sangat memanjakan aku… sangat terlihat dari rasa cinta dan rasa sayangnya pada ku.

Banyak orang yang bilang kami adalah pasangan yang serasi. Sangat terlihat sekali bagaimana suamiku memanjakanku. Dan aku bahagia menikah dengannya.

***

Lima tahun berlalu sudah kami menjadi suami istri, sangat tak terasa waktu begitu cepat berjalan walaupun kami hanya hidup berdua saja karena sampai saat ini aku belum bisa memberikannya seorang malaikat kecil (bayi) di tengah keharmonisan rumah tangga kami.

Karena dia anak lelaki satu-satunya dalam keluarganya, jadi aku harus berusaha untuk mendapatkan penerus generasi baginya.

Alhamdulillah saat itu suamiku mendukungku…

Ia mengaggap Allah belum mempercayai kami untuk menjaga titipan-NYA.

Tapi keluarganya mulai resah. Dari awal kami menikah, ibu & adiknya tidak menyukaiku. Aku sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka, namun aku selalu berusaha menutupi hal itu dari suamiku…

Didepan suami ku mereka berlaku sangat baik padaku, tapi dibelakang suami ku, aku dihina-hina oleh mereka…

Pernah suatu ketika satu tahun usia pernikahan kami, suamiku mengalami kecelakaan, mobilnya hancur. Alhamdulillah suami ku selamat dari maut yang hampir membuat ku menjadi seorang janda itu.

Ia dirawat dirumah sakit pada saat dia belum sadarkan diri setelah kecelakaan. Aku selalu menemaninya siang & malam sambil kubacakan ayat-ayat suci Al – Qur’an. Aku sibuk bolak-balik dari rumah sakit dan dari tempat aku melakukan aktivitas sosial ku, aku sibuk mengurus suamiku yang sakit karena kecelakaan.

Namun saat ketika aku kembali ke rumah sakit setelah dari rumah kami, aku melihat di dalam kamarnya ada ibu, adik-adiknya dan teman-teman suamiku, dan disaat itu juga.. aku melihat ada seorang wanita yang sangat akrab mengobrol dengan ibu mertuaku. Mereka tertawa menghibur suamiku.

Alhamdulillah suamiku ternyata sudah sadar, aku menangis ketika melihat suami ku sudah sadar, tapi aku tak boleh sedih di hadapannya.

Kubuka pintu yang tertutup rapat itu sambil mengatakan, “Assalammu’alaikum” dan mereka menjawab salam ku. Aku berdiam sejenak di depan pintu dan mereka semua melihatku. Suamiku menatapku penuh manja, mungkin ia kangen padaku karena sudah 5 hari mata nya selalu tertutup.

Tangannya melambai, mengisyaratkan aku untuk memegang tangannya erat. Setelah aku menghampirinya, kucium tangannya sambil berkata “Assalammu’alaikum”, ia pun menjawab salam ku dengan suaranya yg lirih namun penuh dengan cinta. Aku pun senyum melihat wajahnya.

Lalu.. Ibu nya berbicara denganku …

“Fis, kenalkan ini Desi teman Fikri”.

Aku teringat cerita dari suamiku bahwa teman baiknya pernah mencintainya, perempuan itu bernama Desi dan dia sangat akrab dengan keluarga suamiku. Hingga akhirnya aku bertemu dengan orangnya juga. Aku pun langsung berjabat tangan dengannya, tak banyak aku bicara di dalam ruangan tersebut,aku tak mengerti apa yg mereka bicarakan.

Aku sibuk membersihkan & mengobati luka-luka di kepala suamiku, baru sebentar aku membersihkan mukanya, tiba-tiba adik ipar ku yang bernama Dian mengajakku keluar, ia minta ditemani ke kantin. Dan suamiku pun mengijinkannya. Kemudian aku pun menemaninya.

Tapi ketika di luar adik ipar ku berkata, ”lebih baik kau pulang saja, ada
kami yg menjaga abang disini. Kau istirahat saja. ”

Anehnya, aku tak diperbolehkan berpamitan dengan suamiku dengan alasan abang harus banyak beristirahat dan karena psikologisnya masih labil. Aku berdebat dengannya mempertanyakan mengapa aku tidak diizinkan berpamitan dengan suamiku. Tapi tiba-tiba ibu mertuaku datang menghampiriku dan ia juga mengatakan hal yang sama. Nantinya dia akan memberi alasan pada suamiku mengapa aku pulang tak berpamitan padanya, toh suamiku selalu menurut apa kata ibunya, baik ibunya salah ataupun tidak, suamiku tetap saja membenarkannya. Akhirnya aku pun pergi meninggalkan rumah sakit itu dengan linangan air mata.

Sejak saat itu aku tidak pernah diijinkan menjenguk suamiku sampai ia kembali dari rumah sakit. Dan aku hanya bisa menangis dalam kesendirianku. Menangis mengapa mereka sangat membenciku.

***

Hari itu.. aku menangis tanpa sebab, yang ada di benakku aku takut kehilangannya, aku takut cintanya dibagi dengan yang lain.

Pagi itu, pada saat aku membersihkan pekarangan rumah kami, suamiku memanggil ku ke taman belakang, ia baru aja selesai sarapan, ia mengajakku duduk di ayunan favorit kami sambil melihat ikan-ikan yang bertaburan di kolam air mancur itu.

Aku bertanya, ”Ada apa kamu memanggilku?”

Ia berkata, ”Besok aku akan menjenguk keluargaku di Sabang”

Aku menjawab, ”Ia sayang.. aku tahu, aku sudah mengemasi barang-barang kamu di travel bag dan kamu sudah memeegang tiket bukan?”

“Ya tapi aku tak akan lama disana, cuma 3 minggu aku disana, aku juga sudah lama tidak bertemu dengan keluarga besarku sejak kita menikah dan aku akan pulang dengan mama ku”, jawabnya tegas.

“Mengapa baru sekarang bicara, aku pikir hanya seminggu saja kamu disana?“, tanya ku balik kepadanya penuh dengan rasa penasaran dan sedikit rasa kecewa karena ia baru memberitahukan rencana kepulanggannya itu, padahal aku telah bersusah payah mencarikan tiket pesawat untuknya.

”Mama minta aku yang menemaninya saat pulang nanti”, jawabnya tegas.

”Sekarang aku ingin seharian dengan kamu karena nanti kita 3 minggu tidak bertemu, ya kan?”, lanjut nya lagi sambil memelukku dan mencium keningku. Hatiku sedih dengan keputusannya, tapi tak boleh aku tunjukkan pada nya.

Bahagianya aku dimanja dengan suami yang penuh dengan rasa sayang & cintanya walau terkadang ia bersikap kurang adil terhadapku.

Aku hanya bisa tersenyum saja, padahal aku ingin bersama suamiku, tapi karena keluarganya tidak menyukaiku hanya karena mereka cemburu padaku karena suamiku sangat sayang padaku.

Kemudian aku memutuskan agar ia saja yg pergi dan kami juga harus berhemat dalam pengeluaran anggaran rumah tangga kami.

Karena ini acara sakral bagi keluarganya, jadi seluruh keluarganya harus komplit. Walaupun begitu, aku pun tetap tak akan diperdulikan oleh keluarganya harus datang ataupun tidak. Tidak hadir justru membuat mereka sangat senang dan aku pun tak mau membuat riuh keluarga ini.

Malam sebelum kepergiannya, aku menangis sambil membereskan keperluan yang akan dibawanya ke Sabang, ia menatapku dan menghapus airmata yang jatuh dipipiku, lalu aku peluk erat dirinya. Hati ini bergumam tak merelakan dia pergi seakan terjadi sesuatu, tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku hanya bisa menangis karena akan ditinggal pergi olehnya.

Aku tidak pernah ditinggal pergi selama ini, karena kami selalu bersama-sama kemana pun ia pergi.

Apa mungkin aku sedih karena aku sendirian dan tidak memiliki teman, karena biasanya hanya pembantu sajalah teman mengobrolku.

Hati ini sedih akan di tinggal pergi olehnya.

Sampai keesokan harinya, aku terus menangis.. menangisi kepergiannya. Aku tak tahu mengapa sesedih ini, perasaanku tak enak, tapi aku tak boleh berburuk sangka. Aku harus percaya apada suamiku. Dia pasti akan selalu menelponku.

***

Berjauhan dengan suamiku, aku merasa sangat tidak nyaman, aku merasa sendiri. Untunglah aku mempunyai kesibukan sebagai seorang aktivis, jadinya aku tak terlalu kesepian ditinggal pergi ke Sabang.

Saat kami berhubungan jarak jauh, komunikasi kami memburuk dan aku pun jatuh sakit. Rahimku terasa sakit sekali seperti di lilit oleh tali. Tak tahan aku menahan rasa sakit dirahimku ini, sampai-sampai aku mengalami pendarahan. Aku dilarikan ke rumah sakit oleh adik laki-lakiku yang kebetulan menemaniku disana. Dokter memvonis aku terkena kanker mulut rahim stadium 3.

Aku menangis.. apa yang bisa aku banggakan lagi..

Mertuaku akan semakin menghinaku, suamiku yang malang yang selalu berharap akan punya keturunan dari rahimku.. namun aku tak bisa memberikannya keturunan. Dan kemudian aku hanya bisa memeluk adikku.

Aku kangen pada suamiku, aku selalu menunggu ia pulang dan bertanya-tanya, “kapankah ia segera pulang?” aku tak tahu..

Sementara suamiku disana, aku tidak tahu mengapa ia selalu marah-marah jika menelponku. Bagaimana aku akan menceritakan kondisiku jika ia selalu marah-marah terhadapku..

Lebih baik aku tutupi dulu tetang hal ini dan aku juga tak mau membuatnya khawatir selama ia berada di Sabang.

Lebih baik nanti saja ketika ia sudah pulang dari Sabang, aku akan cerita padanya. Setiap hari aku menanti suamiku pulang, hari demi hari aku hitung…

Sudah 3 minggu suamiku di Sabang, malam itu ketika aku sedang melihat foto-foto kami, ponselku berbunyi menandakan ada sms yang masuk.

Kubuka di inbox ponselku, ternyata dari suamiku yang sms.

Ia menulis, “aku sudah beli tiket untuk pulang, aku pulangnya satu hari lagi, aku akan kabarin lagi”.

Hanya itu saja yang diinfokannya. Aku ingin marah, tapi aku pendam saja ego yang tidak baik ini. Hari yg aku tunggu pun tiba, aku menantinya di rumah.

Sebagai seorang istri, aku pun berdandan yang cantik dan memakai parfum kesukaannya untuk menyambut suamiku pulang, dan nantinya aku juga akan menyelesaikan masalah komunikasi kami yg buruk akhir-akhir ini.

Bel pun berbunyi, kubukakan pintu untuknya dan ia pun mengucap salam. Sebelum masuk, aku pegang tangannya kedepan teras namun ia tetap berdiri, aku membungkuk untuk melepaskan sepatu, kaos kaki dan kucuci kedua kakinya, aku tak mau ada syaithan yang masuk ke dalam rumah kami.

Setelah itu akupun berdiri langsung mencium tangannya tapi apa reaksinya..

Masya Allah.. ia tidak mencium keningku, ia hanya diam dan langsung naik keruangan atas, kemudian mandi dan tidur tanpa bertanya kabarku..

Aku hanya berpikir, mungkin dia capek. Aku pun segera merapikan bawaan nya sampai aku pun tertidur. Malam menunjukkan 1/3 malam, mengingatkan aku pada tempat mengadu yaitu Allah, Sang Maha Pencipta.

Biasa nya kami selalu berjama’ah, tapi karena melihat nya tidur sangat pulas, aku tak tega membangunkannya. Aku hanya mengeelus wajahnya dan aku cium keningnya, lalu aku sholat tahajud 8 rakaat plus witir 3 raka’at.

***

Aku mendengar suara mobilnya, aku terbangun lalu aku melihat dirinya dari balkon kamar kami yang bersiap-siap untuk pergi. Lalu aku memanggilnya tapi ia tak mendengar. Kemudian aku ambil jilbabku dan aku berlari dari atas ke bawah tanpa memperdulikan darah yg bercecer dari rahimku untuk mengejarnya tapi ia begitu cepat pergi.

Aku merasa ada yang aneh dengan suamiku. Ada apa dengan suamiku? Mengapa ia bersikap tidak biasa terhadapku?

Aku tidak bisa diam begitu saja, firasatku mengatakan ada sesuatu. Saat itu juga aku langsung menelpon kerumah mertuakudan kebetulan Dian yang mengangkat telponnya, aku bercerita dan aku bertanya apa yang sedang terjadi dengan suamiku. Dengan enteng ia menjawab, “Loe pikir aja sendiri!!!”. Telpon pun langsung terputus.

Ada apa ini? Tanya hatiku penuh dalam kecemasan. Mengapa suamiku berubah setelah ia kembali dari kota kelahirannya. Mengapa ia tak mau berbicara padaku, apalagi memanjakan aku.

Semakin hari ia menjadi orang yang pendiam, seakan ia telah melepas tanggung jawabnya sebagai seorang suami. Kami hanya berbicara seperlunya saja, aku selalu diintrogasinya. Selalu bertanya aku dari mana dan mengapa pulang terlambat dan ia bertanya dengan nada yg keras. Suamiku telah berubah.

Bahkan yang membuat ku kaget, aku pernah dituduhnya berzina dengan mantan pacarku. Ingin rasanya aku menampar suamiku yang telah menuduhku serendah itu, tapi aku selalu ingat.. sebagaimana pun salahnya seorang suami, status suami tetap di atas para istri, itu pedoman yang aku pegang.

Aku hanya berdo’a semoga suamiku sadar akan prilakunya.

***

Dua tahun berlalu, suamiku tak kunjung berubah juga. Aku menangis setiap malam, lelah menanti seperti ini, kami seperti orang asing yang baru saja berkenalan.

Kemesraan yang kami ciptakan dulu telah sirna. Walaupun kondisinya tetap seperti itu, aku tetap merawatnya & menyiakan segala yang ia perlukan. Penyakitkupun masih aku simpan dengan baik dan sekalipun ia tak pernah bertanya perihal obat apa yang aku minum. Kebahagiaan ku telah sirna, harapan menjadi ibu pun telah aku pendam. Aku tak tahu kapan ini semua akan berakhir.

Bersyukurlah.. aku punya penghasilan sendiri dari aktifitasku sebagai seorang guru ngaji, jadi aku tak perlu meminta uang padanya hanya untuk pengobatan kankerku. Aku pun hanya berobat semampuku.

Sungguh.. suami yang dulu aku puja dan aku banggakan, sekarang telah menjadi orang asing bagiku, setiap aku bertanya ia selalu menyuruhku untuk berpikir sendiri. Tiba-tiba saja malam itu setelah makan malam usai, suamiku memanggilku.

“Ya, ada apa Yah!” sahutku dengan memanggil nama kesayangannya “Ayah”.

“Lusa kita siap-siap ke Sabang ya.” Jawabnya tegas.

“Ada apa? Mengapa?”, sahutku penuh dengan keheranan.

Astaghfirullah.. suami ku yang dulu lembut tiba-tiba saja menjadi kasar, dia membentakku. Sehingga tak ada lagi kelanjutan diskusi antara kami.

Dia mengatakan ”Kau ikut saja jangan banyak tanya!!”

Lalu aku pun bersegera mengemasi barang-barang yang akan dibawa ke Sabang sambil menangis, sedih karena suamiku kini tak ku kenal lagi.

Dua tahun pacaran, lima tahun kami menikah dan sudah 2 tahun pula ia menjadi orang asing buatku. Ku lihat kamar kami yg dulu hangat penuh cinta yang dihiasi foto pernikahan kami, sekarang menjadi dingin.. sangat dingin dari batu es. Aku menangis dengan kebingungan ini. Ingin rasanya aku berontak berteriak, tapi aku tak bisa.

Suamiku tak suka dengan wanita yang kasar, ngomong dengan nada tinggi, suka membanting barang-barang. Dia bilang perbuatan itu menunjukkan sikap ketidakhormatan kepadanya. Aku hanya bisa bersabar menantinya bicara dan sabar mengobati penyakitku ini, dalam kesendirianku..

***

Kami telah sampai di Sabang, aku masih merasa lelah karena semalaman aku tidak tidur karena terus berpikir. Keluarga besarnya juga telah berkumpul disana, termasuk ibu & adik-adiknya. Aku tidak tahu ada acara apa ini..

Aku dan suamiku pun masuk ke kamar kami. Suamiku tak betah didalam kamar tua itu, ia pun langsung keluar bergabung dengan keluarga besarnya.

Baru saja aku membongkar koper kami dan ingin memasukkannya ke dalam lemari tua yg berada di dekat pintu kamar, lemari tua yang telah ada sebelum suamiku lahir tiba-tiba Tante Lia, tante yang sangat baik padaku memanggil ku untuk bersegera berkumpul diruang tengah, aku pun menuju ke ruang keluarga yang berada ditengah rumah besar itu, yang tampak seperti rumah zaman peninggalan belanda.

Kemudian aku duduk disamping suamiku, dan suamiku menunduk penuh dengan kebisuan, aku tak berani bertanya padanya.

Tiba-tiba saja neneknya, orang yang dianggap paling tua dan paling berhak atas semuanya, membuka pembicaraan.

“Baiklah, karena kalian telah berkumpul, nenek ingin bicara dengan kau Fisha”. Neneknya berbicara sangat tegas, dengan sorot mata yang tajam.

”Ada apa ya Nek?” sahutku dengan penuh tanya..

Nenek pun menjawab, “Kau telah bergabung dengan keluarga kami hampir 8 tahun, sampai saat ini kami tak melihat tanda-tanda kehamilan yang sempurna sebab selama ini kau selalu keguguran!!“.

Aku menangis.. untuk inikah aku diundang kemari? Untuk dihina ataukah dipisahkan dengan suamiku?

“Sebenarnya kami sudah punya calon untuk Fikri, dari dulu.. sebelum kau menikah dengannya. Tapi Fikri anak yang keras kepala, tak mau di atur,dan akhirnya menikahlah ia dengan kau.” Neneknya berbicara sangat lantang, mungkin logat orang Sabang seperti itu semua.

Aku hanya bisa tersenyum dan melihat wajah suamiku yang kosong matanya.

“Dan aku dengar dari ibu mertuamu kau pun sudah berkenalan dengannya”, neneknya masih melanjutkan pembicaraan itu.

Sedangkan suamiku hanya terdiam saja, tapi aku lihat air matanya. Ingin aku peluk suamiku agar ia kuat dengan semua ini, tapi aku tak punya keberanian itu.

Neneknya masih saja berbicara panjang lebar dan yang terakhir dari ucapannya dengan mimik wajah yang sangat menantang kemudian berkata, “kau maunya gimana? kau dimadu atau diceraikan?“

MasyaAllah.. kuatkan hati ini.. aku ingin jatuh pingsan. Hati ini seakan remuk mendengarnya, hancur hatiku. Mengapa keluarganya bersikap seperti ini terhadapku..

Aku selalu munutupi masalah ini dari kedua orang tuaku yang tinggal di pulau
kayu, mereka mengira aku sangat bahagia 2 tahun belakangan ini.

“Fish, jawab!.” Dengan tegas Ibunya langsung memintaku untuk menjawab.

Aku langsung memegang tangan suamiku. Dengan tangan yang dingin dan gemetar aku menjawab dengan tegas.

”Walaupun aku tidak bisa berdiskusi dulu dengan imamku, tapi aku dapat berdiskusi dengannya melalui bathiniah, untuk kebaikan dan masa depan keluarga ini, aku akan menyambut baik seorang wanita baru dirumah kami.”

Itu yang aku jawab, dengan kata lain aku rela cintaku dibagi. Dan pada saat itu juga suamiku memandangku dengan tetesan air mata, tapi air mataku tak sedikit pun menetes di hadapan mereka.

Aku lalu bertanya kepada suamiku, “Ayah siapakah yang akan menjadi sahabatku dirumah kita nanti, yah?”

Suamiku menjawab, ”Dia Desi!”

Aku pun langsung menarik napas dan langsung berbicara, ”Kapan pernikahannya berlangsung? Apa yang harus saya siapkan dalam pernikahan ini Nek?.”

Ayah mertuaku menjawab, “Pernikahannya 2 minggu lagi.”

”Baiklah kalo begitu saya akan menelpon pembantu di rumah, untuk menyuruhnya mengurus KK kami ke kelurahan besok”, setelah berbicara seperti itu aku permisi untuk pamit ke kamar.

Tak tahan lagi.. air mata ini akan turun, aku berjalan sangat cepat, aku buka pintu kamar dan aku langsung duduk di tempat tidur. Ingin berteriak, tapi aku sendiri disini. Tak kuat rasanya menerima hal ini, cintaku telah dibagi. Sakit. Diiringi akutnya penyakitku..

Apakah karena ini suamiku menjadi orang yang asing selama 2 tahun belakangan ini?

Aku berjalan menuju ke meja rias, kubuka jilbabku, aku bercermin sambil bertanya-tanya, “sudah tidak cantikkah aku ini?“

Ku ambil sisirku, aku menyisiri rambutku yang setiap hari rontok. Kulihat wajahku, ternyata aku memang sudah tidak cantik lagi, rambutku sudah hampir habis.. kepalaku sudah botak dibagian tengahnya.

Tiba-tiba pintu kamar ini terbuka, ternyata suamiku yang datang, ia berdiri dibelakangku. Tak kuhapus air mata ini, aku bersegera memandangnya dari cermin meja rias itu.

Kami diam sejenak, lalu aku mulai pembicaraan, “terima kasih ayah, kamu memberi sahabat kepada ku. Jadi aku tak perlu sedih lagi saat ditinggal pergi kamu nanti! Iya kan?.”

Suamiku mengangguk sambil melihat kepalaku tapi tak sedikitpun ia tersenyum dan bertanya kenapa rambutku rontok, dia hanya mengatakan jangan salah memakai shampo.

Dalam hatiku bertanya, “mengapa ia sangat cuek?” dan ia sudah tak memanjakanku lagi. Lalu dia berkata, “sudah malam, kita istirahat yuk!“

“Aku sholat isya dulu baru aku tidur”, jawabku tenang.

Dalam sholat dan dalam tidur aku menangis. Ku hitung mundur waktu, kapan aku akan berbagi suami dengannya. Aku pun ikut sibuk mengurusi pernikahan suamiku.

Aku tak tahu kalau Desi orang Sabang juga. Sudahlah, ini mungkin takdirku. Aku ingin suamiku kembali seperti dulu, yang sangat memanjakan aku atas rasa sayang dan cintanya itu.

***

Malam sebelum hari pernikahan suamiku, aku menulis curahan hatiku di laptopku.

Di laptop aku menulis saat-saat terakhirku melihat suamiku, aku marah pada suamiku yang telah menelantarkanku. Aku menangis melihat suamiku yang sedang tidur pulas, apa salahku? sampai ia berlaku sekejam itu kepadaku. Aku
save di mydocument yang bertitle “Aku Mencintaimu Suamiku.”

Hari pernikahan telah tiba, aku telah siap, tapi aku tak sanggup untuk keluar. Aku berdiri didekat jendela, aku melihat matahari, karena mungkin saja aku takkan bisa melihat sinarnya lagi. Aku berdiri sangat lama.. lalu suamiku yang telah siap dengan pakaian pengantinnya masuk dan berbicara padaku.

“Apakah kamu sudah siap?”

Kuhapus airmata yang menetes diwajahku sambil berkata :

“Nanti jika ia telah sah jadi istrimu, ketika kamu membawa ia masuk kedalam rumah ini, cucilah kakinya sebagaimana kamu mencuci kakiku dulu, lalu ketika kalian masuk ke dalam kamar pengantin bacakan do’a di ubun-ubunnya sebagaimana yang kamu lakukan padaku dulu. Lalu setelah itu..”, perkataanku terhenti karena tak sanggup aku meneruskan pembicaraan itu, aku ingin menagis meledak.

Tiba-tiba suamiku menjawab “Lalu apa Bunda?”

Aku kaget mendengar kata itu, yang tadinya aku menunduk seketika aku langsung menatapnya dengan mata yang berbinar-binar…

“Bisa kamu ulangi apa yang kamu ucapkan barusan?”, pintaku tuk menyakini bahwa kuping ini tidak salah mendengar.

Dia mengangguk dan berkata, ”Baik bunda akan ayah ulangi, lalu apa bunda?”, sambil ia mengelus wajah dan menghapus airmataku, dia agak sedikit membungkuk karena dia sangat tinggi, aku hanya sedadanya saja.

Dia tersenyum sambil berkata, ”Kita liat saja nanti ya!”. Dia memelukku dan berkata, “bunda adalah wanita yang paling kuat yang ayah temui selain mama”.

Kemudian ia mencium keningku, aku langsung memeluknya erat dan berkata, “Ayah, apakah ini akan segera berakhir? Ayah kemana saja? Mengapa Ayah berubah? Aku kangen sama Ayah? Aku kangen belaian kasih sayang Ayah? Aku kangen dengan manjanya Ayah? Aku kesepian Ayah? Dan satu hal lagi yang harus Ayah tau, bahwa aku tidak pernah berzinah! Dulu.. waktu awal kita pacaran, aku memang belum bisa melupakannya, setelah 4 bulan bersama Ayah baru bisa aku terima, jika yang dihadapanku itu adalah lelaki yang aku cari. Bukan berarti aku pernah berzina Ayah.” Aku langsung bersujud di kakinya dan muncium kaki imamku sambil berkata, ”Aku minta maaf Ayah, telah membuatmu susah”.

Saat itu juga, diangkatnya badanku.. ia hanya menangis.

Ia memelukku sangat lama, 2 tahun aku menanti dirinya kembali. Tiba-tiba perutku sakit, ia menyadari bahwa ada yang tidak beres denganku dan ia bertanya, ”bunda baik-baik saja kan?” tanyanya dengan penuh khawatir.

Aku pun menjawab, “bisa memeluk dan melihat kamu kembali seperti dulu itu sudah mebuatku baik, Yah. Aku hanya tak bisa bicara sekarang“. Karena dia akan menikah. Aku tak mau membuat dia khawatir. Dia harus khusyu menjalani acara prosesi akad nikah tersebut.

***

Setelah tiba dimasjid, ijab-qabul pun dimulai. Aku duduk diseberang suamiku.

Aku melihat suamiku duduk berdampingan dengan perempuan itu, membuat hati ini cemburu, ingin berteriak mengatakan, “Ayah jangan!!”, tapi aku ingat akan kondisiku.

Jantung ini berdebar kencang saat mendengar ijab-qabul tersebut. Begitu ijab-qabul selesai, aku menarik napas panjang. Tante Lia, tante yang baik itu, memelukku. Dalam hati aku berusaha untuk menguatkan hati ini. Ya… aku kuat.

Tak sanggup aku melihat mereka duduk bersanding dipelaminan. Orang-orang yang hadir di acara resepsi itu iba melihatku, mereka melihatku dengan tatapan sangat aneh, mungkin melihat wajahku yang selalu tersenyum, tapi dibalik itu.. hatiku menangis.

Sampai dirumah, suamiku langsung masuk ke dalam rumah begitu saja. Tak mencuci kakinya. Aku sangat heran dengan perilakunya. Apa iya, dia tidak suka dengan pernikahan ini?

Sementara itu Desi disambut hangat di dalam keluarga suamiku, tak seperti aku dahulu, yang di musuhi.

Malam ini aku tak bisa tidur, bagaimana bisa? Suamiku akan tidur dengan perempuan yang sangat aku cemburui. Aku tak tahu apa yang sedang mereka lakukan didalam sana.

Sepertiga malam pada saat aku ingin sholat lail aku keluar untuk berwudhu, lalu aku melihat ada lelaki yang mirip suamiku tidur disofa ruang tengah. Kudekati lalu kulihat. Masya Allah.. suamiku tak tidur dengan wanita itu, ia ternyata tidur disofa, aku duduk disofa itu sambil menghelus wajahnya yang lelah, tiba-tiba ia memegang tangan kiriku, tentu saja aku kaget.

“Kamu datang ke sini, aku pun tahu”, ia berkata seperti itu. Aku tersenyum dan megajaknya sholat lail. Setelah sholat lail ia berkata, “maafkan aku, aku tak boleh menyakitimu, kamu menderita karena ego nya aku. Besok kita pulang ke Jakarta, biar Desi pulang dengan mama, papa dan juga adik-adikku”

Aku menatapnya dengan penuh keheranan. Tapi ia langsung mengajakku untuk istirahat. Saat tidur ia memelukku sangat erat. Aku tersenyum saja, sudah lama ini tidak terjadi. Ya Allah.. apakah Engkau akan menyuruh malaikat maut untuk mengambil nyawaku sekarang ini, karena aku telah merasakan kehadirannya saat ini. Tapi.. masih bisakah engkau ijinkan aku untuk merasakan kehangatan dari suamiku yang telah hilang selama 2 tahun ini..

Suamiku berbisik, “Bunda kok kurus?”

Aku menangis dalam kebisuan. Pelukannya masih bisa aku rasakan.

Aku pun berkata, “Ayah kenapa tidak tidur dengan Desi?”

”Aku kangen sama kamu Bunda, aku tak mau menyakitimu lagi. Kamu sudah sering terluka oleh sikapku yang egois.” Dengan lembut suamiku menjawab seperti itu.

Lalu suamiku berkata, ”Bun, ayah minta maaf telah menelantarkan bunda.. Selama ayah di Sabang, ayah dengar kalau bunda tidak tulus mencintai ayah, bunda seperti mengejar sesuatu, seperti mengejar harta ayah dan satu lagi.. ayah pernah melihat sms bunda dengan mantan pacar bunda dimana isinya kalau bunda gak mau berbuat “seperti itu” dan tulisan seperti itu diberi tanda kutip (“seperti itu”). Ayah ingin ngomong tapi takut bunda tersinggung dan ayah berpikir kalau bunda pernah tidur dengannya sebelum bunda bertemu ayah, terus ayah dimarahi oleh keluarga ayah karena ayah terlalu memanjakan bunda”

Hati ini sakit ketika difitnah oleh suamiku, ketika tidak ada kepercayaan di dirinya, hanya karena omongan keluarganya yang tidak pernah melihat betapa tulusnya aku mencintai pasangan seumur hidupku ini.

Aku hanya menjawab, “Aku sudah ceritakan itu kan Yah. Aku tidak pernah berzinah dan aku mencintaimu setulus hatiku, jika aku hanya mengejar hartamu, mengapa aku memilih kamu? Padahal banyak lelaki yang lebih mapan darimu waktu itu Yah. Jika aku hanya mengejar hartamu, aku tak mungkin setiap hari menangis karena menderita mencintaimu.“

Entah aku harus bahagia atau aku harus sedih karena sahabatku sendirian dikamar pengantin itu. Malam itu, aku menyelesaikan masalahku dengan suamiku dan berusaha memaafkannya beserta sikap keluarganya juga.

Karena aku tak mau mati dalam hati yang penuh dengan rasa benci.

***

Keesokan harinya…

Ketika aku ingin terbangun untuk mengambil wudhu, kepalaku pusing, rahimku sakit sekali.. aku mengalami pendarahan dan suamiku kaget bukan main, ia langsung menggendongku.

Aku pun dilarikan ke rumah sakit..

Dari kejauhan aku mendengar suara zikir suamiku..

Aku merasakan tanganku basah..

Ketika kubuka mata ini, kulihat wajah suamiku penuh dengan rasa kekhawatiran.

Ia menggenggam tanganku dengan erat.. Dan mengatakan, ”Bunda, Ayah minta maaf…”

Berkali-kali ia mengucapkan hal itu. Dalam hatiku, apa ia tahu apa yang terjadi padaku?

Aku berkata dengan suara yang lirih, ”Yah, bunda ingin pulang.. bunda ingin bertemu kedua orang tua bunda, anterin bunda kesana ya, Yah..”

“Ayah jangan berubah lagi ya! Janji ya, Yah… !!! Bunda sayang banget sama Ayah.”

Tiba-tiba saja kakiku sakit sangat sakit, sakitnya semakin keatas, kakiku sudah tak bisa bergerak lagi.. aku tak kuat lagi memegang tangan suamiku. Kulihat wajahnya yang tampan, berlinang air mata.

Sebelum mata ini tertutup, kulafazkan kalimat syahadat dan ditutup dengan kalimat tahlil.

Aku bahagia melihat suamiku punya pengganti diriku..

Aku bahagia selalu melayaninya dalam suka dan duka..

Menemaninya dalam ketika ia mengalami kesulitan dari kami pacaran sampai kami menikah.

Aku bahagia bersuamikan dia. Dia adalah nafasku.

Untuk Ibu mertuaku : “Maafkan aku telah hadir didalam kehidupan anakmu sampai aku hidup didalam hati anakmu, ketahuilah Ma.. dari dulu aku selalu berdo’a agar Mama merestui hubungan kami. Mengapa engkau fitnah diriku didepan suamiku, apa engkau punya buktinya Ma? Mengapa engkau sangat cemburu padaku Ma? Fikri tetap milikmu Ma, aku tak pernah menyuruhnya untuk durhaka kepadamu, dari dulu aku selalu mengerti apa yang kamu inginkan dari anakmu, tapi mengapa kau benci diriku. Dengan Desi kau sangat baik tetapi denganku menantumu kau bersikap sebaliknya.”

***

Setelah ku buka laptop, kubaca curhatan istriku.

=====================================================

Ayah, mengapa keluargamu sangat membenciku?

Aku dihina oleh mereka ayah.

Mengapa mereka bisa baik terhadapku pada saat ada dirimu?

Pernah suatu ketika aku bertemu Dian di jalan, aku menegurnya karena dia adik iparku tapi aku disambut dengan wajah ketidaksukaannya. Sangat terlihat Ayah..

Tapi ketika engkau bersamaku, Dian sangat baik, sangat manis dan ia memanggilku dengan panggilan yang sangat menghormatiku. Mengapa seperti itu ayah?

Aku tak bisa berbicara tentang ini padamu, karena aku tahu kamu pasti membela adikmu, tak ada gunanya Yah..

Aku diusir dari rumah sakit.

Aku tak boleh merawat suamiku.

Aku cemburu pada Desi yang sangat akrab dengan mertuaku.

Tiap hari ia datang ke rumah sakit bersama mertuaku.

Aku sangat marah..

Jika aku membicarakan hal ini pada suamiku, ia akan pasti membela Desi dan
ibunya..

Aku tak mau sakit hati lagi.

Ya Allah kuatkan aku, maafkan aku..

Engkau Maha Adil..

Berilah keadilan ini padaku, Ya Allah..

Ayah sudah berubah, ayah sudah tak sayang lagi pada ku..

Aku berusaha untuk mandiri ayah, aku tak akan bermanja-manja lagi padamu..

Aku kuat ayah dalam kesakitan ini..

Lihatlah ayah, aku kuat walaupun penyakit kanker ini terus menyerangku..

Aku bisa melakukan ini semua sendiri ayah..

Besok suamiku akan menikah dengan perempuan itu.

Perempuan yang aku benci, yang aku cemburui.

Tapi aku tak boleh egois, ini untuk kebahagian keluarga suamiku.

Aku harus sadar diri.

Ayah, sebenarnya aku tak mau diduakan olehmu.

Mengapa harus Desi yang menjadi sahabatku?

Ayah.. aku masih tak rela.

Tapi aku harus ikhlas menerimanya.

Pagi nanti suamiku melangsungkan pernikahan keduanya.

Semoga saja aku masih punya waktu untuk melihatnya tersenyum untukku.

Aku ingin sekali merasakan kasih sayangnya yang terakhir.

Sebelum ajal ini menjemputku.

Ayah.. aku kangen ayah..

=====================================================

Dan kini aku telah membawamu ke orang tuamu, Bunda..

Aku akan mengunjungimu sebulan sekali bersama Desi di Pulau Kayu ini.

Aku akan selalu membawakanmu bunga mawar yang berwana pink yang mencerminkan keceriaan hatimu yang sakit tertusuk duri.

Bunda tetap cantik, selalu tersenyum disaat tidur.

Bunda akan selalu hidup dihati ayah.

Bunda.. Desi tak sepertimu, yang tidak pernah marah..

Desi sangat berbeda denganmu, ia tak pernah membersihkan telingaku, rambutku tak pernah di creambathnya, kakiku pun tak pernah dicucinya.

Ayah menyesal telah menelantarkanmu selama 2 tahun, kamu sakit pun aku tak perduli, hidup dalam kesendirianmu..

Seandainya Ayah tak menelantarkan Bunda, mungkin ayah masih bisa tidur dengan belaian tangan Bunda yang halus.

Sekarang Ayah sadar, bahwa ayah sangat membutuhkan bunda..

Bunda, kamu wanita yang paling tegar yang pernah kutemui.

Aku menyesal telah asik dalam ke-egoanku..

Bunda.. maafkan aku.. Bunda tidur tetap manis. Senyum manjamu terlihat di tidurmu yang panjang.

Maafkan aku, tak bisa bersikap adil dan membahagiakanmu, aku selalu meng-iyakan apa kata ibuku, karena aku takut menjadi anak durhaka. Maafkan aku ketika kau di fitnah oleh keluargaku, aku percaya begitu saja.

Apakah Bunda akan mendapat pengganti ayah di surga sana?

Apakah Bunda tetap menanti ayah disana? Tetap setia dialam sana?

Tunggulah Ayah disana Bunda..

Bisakan? Seperti Bunda menunggu ayah di sini.. Aku mohon..

Ayah Sayang Bunda..

Sabtu, 19 Juni 2010

TERNYATA, SUAMIKU YANG MANDUL

Perceraian yang terjadi di antara dua pasangan suami-istri memiliki alasan bermacam-macam. Ada yang karena salah satunya ketahuan selingkuh, ketakcocokan paham dan prinsip, adanya pihak orang tua yang terlalu ikut campur urusan rumah tangga dan lainnya.

Begitu juga aku yang kini bertugas sebagai istri kedua dari seorang pengusaha. Aku terpaksa memilih cerai dengan suami pertamaku karena kami beda prinsip. Suami pertamaku, sebut saja namanya Yudi, beranggapan bahwa suami boleh memiliki lebih dari satu istri. Karena itulah dia berkeinginan menikah lagi. Sementara aku, tak ingin dimadu.

Keinginan suami untuk menikah lagi diungkapkan langsung kepadaku. Dia berterus terang ingin menikah karena aku dianggap tidak bisa membeikan keturunan. Maklum, sudah tujuh tahun kami menikah tapi belum dikaruniai seorang anak pun.

Dia juga mengatakan, meski telah menikah lagi, dia berjanji tidak akan mengurangi perhatiannya kepadaku. Bahkan dia berkata, "Siapa tahu dengan begitu akan menjadi jalan bagi kamu untuk bisa memiliki anak."

Kontan saja aku kaget dengan ungkapan itu. Aku langsung menolak. "Kalau kamu mau menikah lagi, silakan saja. Tapi ceraikan aku dulu," kataku.

Suamiku semula tak ingin menceraikan aku. "Aku tak mau menceraikan kamu. Bagaimana pun, kamu adalah cinta pertamaku. Aku masih mencintaimu. Tapi, aku juga ingin memiliki keturunan," begitu katanya.

Namun, ungkapan cintanya tak bisa membuatku menerima alasannya untuk menikah lagi. "Kalau kamu benar-benar mencintaiku, tentu saja kamu tidak akan menikah lagi walaupun kita tidak dikaruniai anak. Kalau memang kamu menikah lagi, berarti kamu tidak mencitaiku. Kamu menikahiku hanya karena ingin punya keturunan saja," kataku saat itu.

Dia terdiam. Sejak saat itulah rumah tangga kami goyah. Percekcokan sering terjadi. Hingga akhirnya, dia berkeinginan menceraikan aku.

Singkat Cerita, kami pun cerai. Saat sudah menjadi janda, aku baru tersadar, mengapa kami tidak berobat ke dokter untuk mengetahui siapa sebenarnya yang mandul, aku atau suamiku? Tapi semuanya sudah terjadi.

Kabarnya, mantan suamiku itu menikah lagi dengan seorang gadis muda. Aku pun begitu, menikah lagi dengan seorang duda beranak satu. Namanya Herman (nama samaran).

Setahun menikah dengan Herman, aku ternyata hamil. Sementara istri dari Yudi tak juga hamil. Dari situlah aku berkesimpulan, ternyata yang mandul bukanlah aku, tapi justru suamiku sendiri.

Pernah suatu saat Yudi terkejut melihatku tengah mengandung. Dia terlihat begitu malu. Namun aku mencoba memberikan harapan kepadanya dengan cara agar dia berobat ke dokter.

Ya, meski kami telah cerai, tapi hubungan kami tetap baik. Yudi pun telah menganggapku sebagai adik. Kini, aku belum tahu apakah Yudi telah memeriksakan diri ke dokter atau belum. Aku bersyukur kepada Tuhan karena ternyata bukan aku yang mandul, Itu saja!

SUAMI PUNYA WIL, AKU PUNYA SELINGKUH

Entah apa yang salah dari perkawinan kami. Setelah kutahu kalau suamiku punya WIL (wanita idaman lain), akupun nekat membalasnya dengan memelihara seorang lelaki untuk dijadikan teman selingkuh.

Kehancuran rumah tanggaku mulai terkuak ketika aku mendapati suamiku Ardi (samaran) berselingkuh dengan seorang wanita muda yang masih berstatus mahasiswa. Mereka ternyata telah menikah, diam-diam, Pikiranku kacau, aku tak mampu mengendalikan diri. Perasaan cinta dan kesetiaan yang kujaga selama ini telah dihancurkan Ardi. Meski aku mencoba bertahan dengan kondisi rumah tangga yang sudah awut-awutan, namun imanku sudah terkoyak. Jadinya apa? Hanya dendam yang membelenggu di benakku. Aku mulai mencari bagaimana mengobati sakit hatiku selama ini. Kalau harus cerai dengan Ardi, aku harus berpikir dulu karena tidak punya apa-apa lagi di kota ini. Kedua orang tuaku sekarang ada di Jawa, sementara aku sama sekali tidak punya pekerjaan untuk menopang hidup seorang diri.

Makanya, aku mencoba mempertahankan rumah tangga kami. Suamiku yang seorang pengusaha, menjanjikan akan memenuhi semua kebutuhan asal aku tidak lagi meributkan pernikahannya dengan wanita itu. Untuk langkah pertama, aku menerima keputusan itu. Aku pikir, itu jauh lebih baik ketimbang mengambil tindakan yang bisa merugikan rencanaku.

Tepat sekali, ketika Ardi pergi berbulan madu dengan isteri mudanya ke Jakarta, aku memanfaatkan kesempatan itu untuk mencari hiburan di luar rumah. Kebetulan saja, Ardi memberi uang belanja untuk sebulan, yang jumlahnya lumayan banyak untuk kuhamburkan.

Mulailah aku berkenalan dengan dunia malam. Beberapa diskotik, bar dan tempat hiburan kelas atas kujelajahi. Sampai suatu hari aku berkenalan dengan seorang pemuda di suatu tempat hiburan di hotel berbintang. Ketampanannya cukup membuatku tergiur, apalagi selama ini, hampir tak pernah lagi Ardi menyentuhku. Sebagai wanita normal, tentu saja aku sangat mengharapkan belaian hangat seorang lelaki. Perkenalanku dengan pemuda yang bernama Haris (samaran), seolah membuka kesempatan bagiku untuk balas dendam. Apalagi kulihat, Haris cukup pandai menaklukan wanita, termasuk aku. Hanya dalam tempo seminggu setelah perkenalan kami malam itu, aku dan Haris sudah melanjutkan hubungan di atas ranjang. Tak terpikirkan lagi olehku, bagaimana dosa yang harus kutanggung atas perselingkuhan ini. Yang penting aku bisa menikmati kehangatan Haris dan membalas sakit hatiku pada Ardi.

Berbulan-bulan hubungan gelap itu kujalani dengan Haris. Hingga kinipun, aku dan Haris masih terus berhubungan. Kalau suami lagi nginap di rumah istri mudanya, maka Harislah yang menggantikannya untuk menghangatkan malamku. Atau kalau tidak, kami bisa melakukannya di hotel. begitulah seterusnya hubungan terlarang ini berlanjut. Entah kapan semua ini akan kuakhiri. Yang pasti, aku menikmatinya. Sayang, kini bukan lagi karena dendam, namun rasa - rasanya aku mulai benar - benar jatuh cintah pada Haris.

SALAHKAH AKU KEMBALI KE MANTAN SUAMI?

Rasa sepi yang menderaku setelah ditinggal setahun, rupanya membuatku kembali berharap pada mantan suami. Jika kini kita kembali bersatu, salahkah itu?

Pembaca, aku dan Andi (nama samaran) bercerai karena aku memergokinya tengah bermesraan dengan seorang wanita di rumah kost.

Sebenarnya aku masih mencintainya, karena sebelum menikah kami sudah pacaran dan kini dia memberiku seorang anak. Namun, karena tak bisa menahan rasa sakit hati, akhirnya kuputuskan untuk berpisah dengannya.

Setahun lamanya kami tidak pernah berhubungan. Jangankan melihatnya, mendengar kabarnya saja hampir tak lagi. Entah kemana dia, sampai-sampai hubungan kami serasa sudah berakhir. Jujur saja kuakui, selama ini ada rasa rindu yang sulit kuingkari. Aku selalu teringat masa - masa bersamaan dulu. Meski belum dikaruniai anak sebelum kami pisah, namun bagiku Andi lebih dari sekedar teman hidup. Sesudah menjadi sebagian dari kehidupanku.

Sampai suatu hari aku bertemu Dia. Kami sempat berbincang tentang apa yang terjadi diantara kami selama perpisahan itu. Andi tampak kurusan, seperti tak terurus. Aku bisa menangkap raut wajah penderitaan di parasnya. Tapi itulah dia, di hadapanku ia masih saja bersikap biasa dan berusaha menyimpan beban yang menghimpitnya selama ini. Rasa iba daam diriku mulai muncul. Aku ingin seperti kembali bersatu dengannya. Bukan hanya karena masih ada sisa-sisa cinta dalam diriku, akan tetapi sebenarnya, rasa iba itulah yang menyebabkan aku ingin kembali.

Andi mengaku telah menghabiskan waktu di luar kota untuk melupakan apa yang telah terjadi di masa lalu. Itu sebabnya, ia belum memikirkan untuk menikah lagi. "Aku masih mengingat masa lalu kita. "Aku sulit untuk lepas dari itu", begitu ia bertutur kepadaku.

Rasa iba menyeruak di hatiku mendengar pengakuan lelaki yang 4 tahun menjadi suamiku itu. Garis wajahnya masih menyiratkan kelembutan dan keterbukaan. Tapi sayang, semua itu tak mampu merubah kenyataan bahwa kami sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Rasa sakit yang kuderita karena pengkhianatannya jauh lebih besar ketimbang semua itu.

Andi ingin agar aku memaafkannya sebelum kembali ke perantauan. Permintaannya ku iakan, bahkan kami janjian untuk makan malam sebagai tanda keakuran kami. seminggu kemudian ia bertandang ke rumah menemuiku. Andi kelihatan sangat kangen walau ia bukan lagi bagian dari kehidupanku.

Begitu seterusnya, Andi yang tinggal selama 2 bulan di kota ini, setiap sabtu malam menyempatkan diri berkunjung ke rumah ku. Lama - lama kedekatan kami sudah sulit dipisahkan. Bahkan kali ini aku benar - benar dibuat lupa ketika tanpa sadar aku dan ia mulai terlibat pembicaraan yang mengarah ke hal yang sensitif. Sampai semuanya berakhir di ranjang. Sekian tahun berpisah, malam itulah aku dijamah lelaki, kami sempat menyesalinya tapi, malam - malam berikutnya kembali terjadi. Kehangatan yang ia hadirkan malah lebih dahsyat dari yang kurasakan sebelumnya.

Sekarang aku malah bingung. Aku selalu butuh kehadirannya setiap malam, seolah membawaku kembali ke masa lalu yang sangat bahagia. Bagaimana aku mengakhiri semua ini, sementara batinku mengharap Andi kembali menjadi suamiku. Tapi, bukankah ini sama halnya menjilat ludahku sendiri ?

DUH, ISTRIKU TERNYATA LEBIH NISTA

Cerita ini aku utarakan sebagai pembelajaran untuk anda. Aku kira dengan menikahi Lili (samaran) semua perbuatan buruk dan tidak dewasa yang kulakukan selama ini bisa kutinggalkan. Sebaliknya, wanita itu membuat segalanya bertambah hancur.

Sekilas, penampilan Lili yang lugu tak ubahnya orang desa yang awam dengan gemerlapnya kehidupan kota. Ia sangat dewasa dan begitu jauh dari penampilan terbuka. Malah, ketertarikanku padanya berawal dari penampilannya sederhana itu, meskipun ia anak orang berada. Saat itu aku yakin bahwa Lili adalah gadis lugu yang kuimpikan bisa berubah gaya hidupku yang euforia. Tetapi itulah awal mula Cerita sedihku ini.

Kami menikah tahun 2002 lalu. Pernikahan kami awali dengan masa pacaran yang terbilang singkat hanya sekitar 3 bulan. Aku yang sudah matang dalam usia dan mapan dalam pekerjaan,kemudian meminangnya. Orang tua Lili yang sudah kenal betul dengan ayahku yang seorang pengusaha sukses di kota ini, tak berpikir panjang untuk menerima lamaran itu.

Setelah menikah, kami tinggal di rumah pemberian ayahku, yang dihadiahkan sebagai hadiah pernikahanku. Tak semewah rumah orang tua Lili memang, namun asri, sederhana dan cukup untuk membina sebuah keluarga kecil. Dengan dilengkapi sebua mobil sedan, seorang pembantu, aku tak perlu lagi memikirkan apa apa.

Aku betul-betul bahagia bisa menikah dengan gadis pujaanku. Dengan Lili, aku berharap bisa merubah gaya hidupku yang gemerlap, dan kembali menjalani kehidupan normal lanyaknya seorang suami dan ayah bagi anak-anakku kelak.

Namun, impian tak sejalan dengan kenyataan yang harus kutelan. Lili yang kelihatan sederhana, lugu dan seperti tak tahu apa-apa tentang kehidupan malam, malah kelakuannya tak jauh beda denganku. Ia seorang pemuja kehidupan malam, dan setelah menikah pun Lili masih sulit melepaskan diri dari ketergantungan di dunia yang penuh kesenangan semua itu.

Semua kutahu setelah beberapa bulan kami menikah, Lili masih juga menolak untuk punya anak. Ia tak mau direpotkan mengurus anak ia masih ingin bebas menikmati masa-masa mudanya dan tak mau dikekang meski statusnya tak sendiri lagi.

Belakangan, aku makin dibuat bingung karena hampir setiap malam ia dijemput teman - teman gaulnya yang rata - rata anak orang berada. Entah kemana mereka setiap malam, yang pasti kadang kudapati Lili pulang dalam keadaan mabuk. Tak jarang pula di saku bajunya kutemukan pil ekstasi. Sungguh salah satu menduga Lili selama ini. Ternyata, kehidupannya jauh lebih bebas dariku.

Aku dibuatnya tak berkutik ketika kucoba sadarkan dia. Ia selalu menjawabnya dengan enteng." Nikmati saja hidup ini, kenapa mesti susah-susah. Kita memang suami isteri, tapi kamu tidak bisa mengekang kebebasanku. Kalau mau pergi, pergi saja," kalimat inilah yang selalu jadi jawaban dari Lili.

Aku mulai ragu kalau-kalau wanita yang kunikahi ini, tak suci lagi. Karena aku tahu betul kehidupan malam tak bisa dipisahkan dengan kehidupan seks bebas. Aku tahu itu, karena aku pernah menjadi bagian dari kenistaan itu.

Kini, di saat aku belajar untuk melupakan semua masa lalu dan mencoba hidup baru, aku malah diuji lewat istri. Mampukah kuhadapi semuanya ? Entahlah, sampai kapan aku mulai bertahan. Lili makin bebas saja, sampai kadang semalaman tak pulang ke rumah. Beruntung aku belum pernah mendapatinya dengan lelaki lain, sehingga pernikahan tetap coba kupertahankan.

KUPUTUSKAN TAK MENIKAH LAGI

Apa yang telah kulakukan, dosa apa yang harus kutanggung hingga Tuhan memberiku ujian yang begitu berat ini. Disini, di rumah ini yang pernah begitu ceria dengan kehadiran dua anakku yang lucu tiba-tiba saja berubah menjadi neraka. Istriku, Dini (samaran) dengan mata kepalaku sendiri kusaksikan berselingkuh dengan Farid, sahabatku sendiri.

Aku tidak habis mengerti mengapa Dini dan Farid begitu tega melakukannya, padahal sebagai suami telah kutunaikan segala tugas dan kewajibanku. Kebutuhan material Dini tak pernah kulalaikan. Dan sebagai sahabat, telah keberikan semampuku kepada Farid. Mengapa perselingkuhan yang mereka berikan kepadaku.

Aku telah bersahabat dengan Farid sejak kecil. Kini diusianya yang kepala tiga, Farid masih menganggur dan tidak memiliki tempat tinggal yang tetap. Sebagai sahabat kuberi dia tumpangan tempat tinggal di rumahku. Bahkan tidak jarang, di awal muda sehabis gajian, Farid kuberi sekadar uang jajan.

Farid tampaknya masih percaya padaku sehingga ia mengurungkan niat untuk pulang. Sejak itu, hampir seluruh waktunya ia habiskan di rumah. Aku sebenarnya sudah memintanya agar tinggal bersamaku saja, daripada buang-buang uang untuk biaya kontrakan. Mana lagi, kiriman dari orang tuanya hanya cukup untuk makan minum sebulan. Tapi, Farid merasa berat. Mungkin karena selama ini aku sudah terlalu banyak membantu kebutuhannya.

Tak ada kecurigaan sedikitpun kalau diam-diam Farid dan istriku bermain gila. Sebenarnya, aku pernah diingatkan oleh adikku kalau aku sangat berani menyimpan lelaki lain di rumahku, sementara aku punya istri yang masih tergolong muda. Apalagi kata adikku, ia pernah menemukan Farid di kamar bersama istriku dengan bertelanjang dada. Saat dipergoki mereka bergegas keluar dan Farid langsung meninggalkan rumah. Ia baru kembali empat hari kemudian. Alasannya, ia pulang karena orang tuanya sakit. Tapi Cerita itu belum sepenuhnya kupercaya. Rasa-rasanya, aku tidak punya bukti untuk menuduh mereka. Dari sikapnya, Dini masih menunjukkan gelagat yang seperti dulu, tak ada yang berubah dan patut dicurigai.

Baru belakangan kemudian, kecurigaanku mulai muncul saat tanpa sengaja kutemukan jam tangan Farid di atas meja, dalam kamarku. Saat kutanyakan pada Dini, ia mengatakan kalau ia siang tadi ia meminjam jam tangan itu karena jam dinding ngadat. Dari sikap dan caranya menjawab, aku sudah menangkap gelagat yang mencurigakan. Hatiku mulai tak karuan, berbagai pikiran gila mulai merasuk di kepalaku. Karena tak tahan dengan rasa penasaranku, diam-diam aku mulai menyelidiki hubungan gelap mereka.

Pada suatu hari aku meminta ijin pada Dini untuk keluar kota. Alasanku ingin mengantar pesanan seorang pelanggan didaerah.

Di pagi hari aku pergi. Kemudian aku menunggu malam tiba dirumah seorang rekan kerja. Tepat pukul sepuluh malam, aku balik kerumah. Saat itu aku berpikir, jika mereka memiliki hubungan gelap, saat inilah waktu yang tepat untuk memergoki mereka.

Perselingkuhan yang terjadi antara istriku dengan Farid (samaran), sahabatku sendiri betul-betul sebuah pukulan berat bagiku. Trauma yang berkepanjangan dan tidak berkesudahan masih kurasakan hingga hari ini

Aku masuk ke rumahku melalui pintu belakang kemudian langsung menuju ke kamar tidurku. Di sana aku hanya melihat ke dua anakku sedang tertidur dengan pulasnya. Dini tidak kuketahui berada dimana. Di kamar mandi juga tidak ada, padahal ini sudah jam sebelas malam.

Akhirnya dengan berjalan mengendap-endap aku menuju ke kamar tamu, kamar yang ditempati Farid. Daun pintu kamar tidak terkunci dan lampu menyala. Dengan dada yang berdebar, aku mengintip lewat ventilasi jendela, dan yaa Tuhan, aku tak dapat memercayai penglihatanku sendiri. Dini, istriku sedang tertidur pulas di dalam kamar itu bersama Farid, sahabatku tanpa sehelai pakaian pun yang menutupi aurat mereka. Pandanganku menjadi gelap dan hatiku terbakar menyaksikan pemandangan itu. Kudobrak pintu itu, membuat mereka kaget.

Dan .. itulah malam terakhir aku melihat wajah mereka berdua. Aku dan Dini resmi bercerai. Kedua anakku ingat bersamaku, tak kuiijinkan sekalipun Dini melihat mereka berdua. Amarahku masih meluap tatkala teringat kejadian malam itu.

Dua tahun sudah kisah gelap ini berlalu, namun telah kuputuskan dalam hati untuk tidak menikah selamanya.

Dugem dan Narkoba Membuatku Terdampar di Pusat Rehabilitasi

Kehidupan Malam dan Narkoba

Narkoba dan kehidupan malam selama hampir 2 tahun membuat semua cita-citaku lebur. Harta orang tua kuhabiskan hanya untuk barang haram dan menikmati kebebasan. Kini, dugem (dunia gemerlap) telah mengirimku ke panti rehabilitasi.

Semua masih kusyukuri karena akhirnya aku masih mampu menghindar dari jeratan kehidupan hina ini. Meskipun aku harus berjibaku melawannya dengan seluruh jiwa ragaku. Oh ya sebut saja aku Linda (samaran). Aku dilahirkan di tengah keluarga yang berkecukupan. Ayahku seorang juragan kopi, sementara ibuku seorang pejabat di salah satu instansi pemerintahan di kota ini. Kehidupan ayah dan ibu yang dipenuhi kesibukan, membuat aku dan 3 saudaraku terlantar. Secara materi kami memang dimanjakan dengan berbagai fasilitas, baik kendaraan, uang saku hingga semua keperluanku terpenuhi. Tapi satu yang tak pernah ayah dan ibu berikan, yakni kasih sayang. Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga melupakan kami anak-anaknya yang begitu merindukan belaian kasih orang tua.

Sampai akhirnya, kakak yang pertamaku tewas karena overdosis putauw. Adikku yang bungsu juga ikut-ikutan terlena di dunia hitam. Ia kawin lari dengan pacarnya gara-gara hamil di luar nikah. Semua cobaan yang menerpa keluargaku seolah lengkap sudah ketika aku juga mulai mengenal kehidupan malam bersama teman-temanku. Dugem bukanlagi Cerita langka untukku.

Narkobalah yang merusak semua kehidupanku. Aku mengenal barang haram ini dari kekasihku yang masih satu kampus denganku. Sampai aku benar-benar dibuat terlena. Hampir dua tahun lamanya aku mengkonsumsi narkoba, semua kudapatkan dari pacarku. Bahkan, kesucianku rela kuserahkan demi mendapatkan barang itu. Kehidupan bebas yang kugeluti bersama pacarku telah membuat aku mengenal semua kenikmatan semu itu. Kami tak ubahnya pasangan suami isteri yang tak lagi mengenal waktu dan tempat untuk bisa melampiaskan hasrat. Kutahu, semua karena pengaruh obat-obatan itu.

Bahkan karena sudah ketergantungan tinggi, semua harta orang tuaku aku jual demi mendapatkan barang itu. Seminggu saja aku tak menenggaknya, rasanya mati semua sendi-sendi hidupku. Belakangan ketika barang itu sudah mulai langka didapatkan, aku harus rela merelakan mobil pemberian ayah untuk kubarter dengan barang itu. Meskipun kedua orangtuaku tahu kalau aku sudah menjadi pecandu narkoba, namun mereka tetap tenang saja, seolah tak terjadi apa-apa denganku. Inilah yang membuat aku makin putus asa dan benar - benar tenggelam dalam dunia itu.

Dalam masa - masa kritis yang hampir tak mampu lagi menyelamatkan diri dari gerogotan obat terlarang itu, aku bertemu dengan seorang pemuda yang kebetulan alumni pesantren. Ia masih tetangga dekatku. Rupanya diam-diam dia memperhatikan semua kelakuanku selama ini.

Perhatiannya sungguh membuatku meneteskan air mata. Pikirku, ternyata masih ada orang yang menginginkanku dalam kebaikan. Perlahan ia mulai memperkenalkan aku dengan semua yang berhubungan dengan agama Allah. Setiap saat kalau ada waktu, ia tak bosan menemuiku di rumah untuk memberiku petunjuk agar bisa kembali ke jalan Allah. Mulailah kemudian aku sadar akan kekeliruanku selama ini. Meski masih sering tergoda oleh obat itu dan seolah tak mampu lepas darinya, namun kehadiran seorang sahabat ternyata begitu kuat. Ia pun menyarankan aku masuk panti rehabilitasi sebagai langkah awal memulai hidup baru.

Tak terpikir lagi yang lain, aku langsung masuk panti dan mulai hidup di sana. Aku masuk saat Ramadhan lalu. Hampir setiap malam aku menangis karena menyesal. Kini aku menghabiskan waktu di panti rehabilitasi. Dan semangat hidupku pun mulai tumbuh kembali. Terima kasih sahabat.

Kisahku Bersama Seorang Pelacur

Berikut ini ada cerita ku bersama seorang pelacur yang tidak bisa kulupakan selamanya.

Sebagai perkenalan, aku adalah seorang pria yang mempunyai wajah yang tampan dan tubuh yang seksi, berkulit putih dan banyak wanita yang mencoba mendekatiku, namun aku belum bisa menerima para wanita itu sebagai teman istimewa, dan akupun tidak mau memanfaatkan mereka hanya untuk sekedar iseng belaka.

Tetapi sebagai lelaki normal tentu saja aku mempunyai kebutuhan seks yang tidak bisa aku pungkiri, apalagi aku termasuk memiliki kebiasaan jelek yaitu sering melihat gambar-gambar porno dan membaca cerita-cerita seks di internet. Selain itu, aku tidak mau pada saat menikah nanti aku sama sekali buta tentang seks. Dan disinilah kisahku di mulai.

Belum lama ini akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke tempat pelacuran. Kakiku melangkah masuk ke salah satu diskotik yang lumayan terkenal di Jakarta.

Begitu masuk aku langsung naik ke lantai 2 diskotik tersebut. Di sana aku lihat ada beberapa pria dewasa sedang duduk dan bercerita di sofa sambil merokok. Mungkin sedang menunggu wanita langganannya. Seorang bartender menyapa aku dengan ramah "Haloo Boss, mau yang mana nihh".

Aku lalu melihat foto-foto seksi yang ada di meja, aku akhirnya minta bantuan bartender itu untuk memilihkan untuk aku, karena foto porno yang ada begitu banyak. Lalu bartender itu bertanya "Sukanya yang besar apa yang kecil ?" tanyanya ramah. Aku tidak terlalu senang cerita-cerita dengan dia.

Entah apa yang terjadi di kamar saat aku berduaan dengan wanita itu (sebut saja namanya Winn). Wajahnya yang cantik ternyata tidak bisa membuat hasratku meninggi, justru aku merasakan hampa, tidak ada libido tidak ada hasrat dan tidak ada gairah, apakah aku mengalami disfungsi ereksi?

Akhirnya, aku hanya bercakap-cakap dengannya. Win bercerita tentang 2 anaknya di kampung dan seorang suami yang lagi merantau di Malaysia. Keinginannya untuk membiayai sekolah anak-anaknya membuatnya harus memilih hidup menjadi seorang pelacur.

Entah kapan aku akan bertemu lagi dengan Winn karena setelah perbincanganku dengan Winn tersebut, aku bertekad tidak akan lagi masuk ke tempat pelacuran. Ingin kupersembahkan kelelakianku untuk istriku tercinta nanti.

Aku hanya berharap melalui cerita ini, mudah-mudahan istriku nanti bisa memberikan seperti apa yang aku rasakan bersama WiNN. Dan nantinya aku bisa bertemu dengan WiNN dalam kondisi yang lebih baik bukan sebagai seorang Pelacur dan Pelanggannya. Tetapi sebagai seorang sahabat.

Aku Tergoda Keperkasaan Kakak Iparku

Tak sedikitpun yang terbersik untuk menyakiti Kak Dian (samaran) kakak kandungku sendiri. Aku hanya tak kuasa melawan godaan seks dari Mas Ferry (samaran), suaminya, sehingga kami terlibat hubungan seksual yang begitu jauh. Kakak Ipar ku itu telah merenggut kegadisanku. Dan aku menjadi terbuai dan tergoda oleh Ipar ku yang perkasa itu.

Cerita seks ku ini dimulai ketika aku tinggal di rumah kak Dian setelah pembantunya memutuskan untuk berhenti bekerja di rumah itu. Sejak saat itu, kak Dian kelihatan kewalahan mengurusi rumahnya, manalagi harus mengurusi suami dan kedua orang anaknya yang masih kecil. Karena itu, aku menawarkan diri untuk tinggal bersamanya. Hitung - hitung aku bisa meringankan bebannya.

Tawaranku disambut baik kak Dian, di malah sangat bersyukur aku mau tinggal bersamanya, mengurus anak-anak, dan membereskan rumah.

Aku sendiri sudah setahun lebih menganggur. Setelah lulus sarjana tahun 2003 yang lalu, aku hanya menghabiskan waktuku di rumah. Aku memang tidak pernah berusaha mencari kerja, karena aku pikir aku anak perempuan dan akhirnya akan mengurusi rumah tangga dan suami kelak. Di rumah kak Dian aku juga bisa menghibur diri. Semua fasilitas lengkap. Kala kak Dian dan suaminya berangkat kerja, aku pun bisa memanfaatkan semua yang ada di rumah. Mulai dari makanan yang serba tersedia, nonton film sampai main playstation.

Aku hanya mengurus dua anak kak Dian, itu pun tidak perlu terlalu repot, karena mereka sudah cukup besar untuk diperingatkan. Praktis pekerjaan yang berat, hanya menyiapkan makan minum untuk kak Dian dan suaminya. Setelah itu aku bisa bebas kembali. Itu sebabnya aku betah tinggal di rumah.

Setiap habis gajian, suami kak Dian Ferry selalu memberiku uang jajan yang lumayan banyak untuk membeli kosmetik dan pakaian. Malah, mereka ingin agar tinggal di rumah itu saja selamanya. Meskipun katanya aku sudah menikah nanti, aku masih bisa tetap tinggal di rumah itu. Rumah kak Dian memang cukup luas untuk menampung dua keluarga. Jumlah kamar saja ada lima biuah, ditambah ruang tamu dan ruang keluarga yang sangat lapang.

Bulan ketujuh aku tinggal di rumah itu, suami kak Dian sakit. Ia mengalami patah tulang setelah mengalami kecelakaan di perbatasan kota. Ferry harus istirahat selama dua bulan. Karena kak Dian sibuk kerja, aku yang harus menggantikannya mengurusi mas Ferry. Mulai dari kebutuhan makan, minum sampai ini dan itu semua aku lakukan. Maklumlah kak Dian wanita karier yang sangat sibuk. Ia baru bisa pulang pada malam hari.

Dari sinilah bencana berawal. Diam-diam, mas Ferry sering memperhatikanku. Aku sangat sadari itu, tapi aku berusaha untuk menyembunyikannya. Lama - lama mas Ferry tambah berani ia mulai memegangi tanganku dan mencoba merayuku untuk berhubungan seks, aku hanya diam dan berusaha menghindar dari bujuk rayunya, karena itu kuanggap hanya sebatas gurauan belaka.

Suatu siang ketika aku tidur lelap di dalam kamar, tiba-tiba ada beban berat yang menindih tubuhku. Aku sempat terperanjat kaget dan berusaha berontak, namun kekuatan itu kian dahsyat menindihku. Tak kuasa aku melawan semuanya, dan akhirnya, mas Ferry....

Sejak itulah petualangan kisah seks kami bermula. Tak ada rasa lagi rasa berontak dalam diriku malah, aku jadi lupa kalau Ferry adalah kakak iparku. Kami melakoni petualangan porno itu tanpa batas. Aku dan Ferry betul - betul merengkuh kenikmatan seksual, tanpa pernah tercium oleh kak Dian. Sampai detik ini pun kami masih menjalaninya. Kapan mengakhirinya, aku juga tak tahu. (BKM)

SUDAH 5 BULAN SUAMIKU TAK PULANG

Siapa sih yang tidak kesal bila memiliki suami yang tak bertanggung jawab dan tidak dewasa. Itulah yang aku alami sekarang. Bahar (nama samaran), suamiku, sudah lima bulan tidak pulang ke rumah. Itu pun tidak memberikan nafkah lahir maupun bathin. Beruntung, aku memiliki warung kecil-kecilan di halaman rumah sehingga bisa menghidupi kedua anakku yang masih kecil.

Oh ya pembaca. Awal Cerita ini adalah sewaktu aku menikah dengan Bahar sekitar tujuh tahun lalu dan dikaruniai dua anak. Yang sulung berusia lima tahun, sedang yang bungsu dua setengah tahun. Suamiku bekerja di salah satu perusahaan swasta sebagai sales di kota ini.

Dulu, dia termasuk lelaki yang penuh perhatian dan sangat dewasa. Setiap pulang dari kantor, sering membawakan makanan seperti terang bulan atau martabak. Terkadang juga ayam goreng "sari laut".

Namun dalam setahun belakangan, sikapnya berubah. Tak pernah lagi membawakan makanan. Kalau ditanya, langsung marah tanpa alasan yang jelas. Dia juga sering tak pulang sampai beberapa hari. Alasannya, urusan kantor atau harus mengantar barang ke ka luar daerah.

Belakangan, dalam lima bulan terakhir, dia betul-betul tidak pulang. Pernah dia pulang sekali, itu pun hanya beberapa jam di rumah langsung pergi lagi. Saat aku tanya kemana saja selama ini dan mengapa tak pernah memberikan nafkah, dia malah marah besar. Dia sempat membanting piring, lalu pergi begitu saja. Aku sedih, bahkan sempat menangis, disaksikan kedua anakku yang masih kecil.

Tiga bulan lalu, aku mendengar kabar kalau suamiku telah menikah lagi di sebuah kampung di wilayah selatan provinsi ini. Aku tidak tahu, wanita macam apa yang terpikat dengan suamiku. Padahal, dari rupanya saja, tidak begitu meyakinkan. Dulu, aku suka padanya memang bukan karena tampangnya, tetapi dia begitu baik kepadaku.

Hingga kini,aku belum mengetahui secara pasti apakah benar suamiku itu telah mempunyai isteri baru. Beberapa kali aku mendatangi kantornya, tapi selalu saja suamiku tak ada. Kata temannya, suamiku kini sering ke luar daerah mengantar barang. Apakah ini hanya akal - akalan suamiku dengan teman-temannya ? Aku tidak tahu.

Dua minggu lalu, keluargaku menanyakan soal suamiku. Tapi, aku tidak bisa menjawabnya. Aku hanya bilang, suamiku lagi pergi ke luar daerah urusan kantornya. Aku belum mau membeberkan prilaku suamiku kepada orang lain, termasuk keluarga.

Nantilah, setelah aku tahu semuanya, barulah aku akan bongkar prilaku suamiku kepada keluarga. Bahkan,bisa saja aku langsung menggugat cerai. Tapi saat ini, aku masih mencari tahu, apakah memang benar suamiku itu telah menikah lagi atau belum dan mengapa dia tidak pernah pulang ke rumah ?

HARTA DAN KEHIDUPAN MALAM MEMBUAT HIDUPKU HANCUR

Mendambakan Kebebasan

Kisah Nyata : Majalah Konseling - Harta kedua orang tua ku yang begitu melimpah ternyata tidak memberi berkah buatku. Semuanya ku habiskan begitu saja dijalan yang tidak benar. Kini, hanya menangis yang bisa aku lakukan ketika segala yang dulu kupunyai itu telah habis.

Namaku Meli (samaran). Aku sudah mengenal kehidupan malam ketika aku masih bersekolah di SMU di salah satu sekolah swasta di Makassar. Teman-teman pergaulanku adalah anak-anak borju, dari mulai anak pengusaha hingga anak pejabat. Kami semua begitu mendewakan kebebasan dan kesenangan, kehidupan kami begitu bebas nyaris tanpa batas.

Aku anak ketiga dari empat bersaudara. Aku satu-satunya anak perempuan dalam keluargaku. Tak heran kalau ayah dan ibu begitu memanjakanku dengan harta. Hampir semua permintaanku dipenuhi, bahkan tak ada larangan bagiku untuk menikmati kehidupan yang serba bebas.

Enjoy di lantai disko, menikmati narkoba dan huru-haranya kehidupan kota yang glamor adalah gambaran dari kisah hidupku selama ini.

Naik kelas dua SMU, aku makin sulit terkendali. Ayah yang sibuk dengan usahanya dan ibu yang lebih memperhatikan arisan dan pertemuan tak jelasnya dengan istri-istri pengusaha, membuat segalanya berjalan tanpa hijab. Sebenarnya, sebagai remaja aku juga mulai menyadari betapa yang kujalani ini adalah sesuatu yang tak berguna sama sekali. Namun, aku tidak bisa lepas karena tak ada figur dalam keluargaku yang bisa kujadikan teladan untuk menyadarkanku. Akhirnya, tiga tahun di SMU, tiga tahun pula aku tak pernah tersirami oleh petuah-petuah agama.


Seks Bebas dan Drugs

Aku kemudian kuliah di salah satu universitas swasta di kota ini. Setiap langkahku hanya selalu teriring oleh hiruk pikuk kehidupan malam. Narkoba sudah menjadi konsumsi sehari-hariku. Bahkan di usia yang mulai beranjak dewasa, aku tak mampu mempertahankan keperawananku. Zul (samaran), teman dekatku merenggut semuanya. Itupun belum juga aku sadari betapa segalanya telah hancur. Aku tetap enjoy dan malah hubungan seperti itu bukan lagi sesuatu yang tabu bagiku.

Bukan hanya Zul yang mengisi malamku. Lelaki yang kuanggap layak menemaniku tidur, juga bisa menikmati tubuhku. Tak masalah bagiku, tak perlu takut hamil, karena setiap kali berhubungan, kami memang selalu siap dengan segala macam penangkal kehamilan.

Awal Kisah Kehancuran Hidupku

Di tahun 2003 yang lalu ayah melakukan ekspansi untuk melebarkan sayap bisnisnya. Inilah awal kiamat yang diderita keluargaku. Rekan bisnis ayah yang warga keturunan, membawa lari modal usaha yang telah ditanamkan ayah, jumlahnya mencapai Rp. 2 miliar. Ayah langsung ampal menerima kenyataan itu. Sebulan terbaring di rumah sakit, ia dipanggil menghadap Tuhan.

Ekonomi keluarga kami mulai goyah. Utang melilit di mana-mana, sampai-sampai rumah, mobil, dan beberapa unit usaha ayah yang dibangun berpuluh-puluh tahun, disita bank. Ibu, setelah depresi berat ditinggal ayah, kini harus berhadapan dengan kenyataan pahit. Karena guncangan batin yang begitu kuat, beliau harus diisolasi di rumah sakit jiwa. Tiga bersaudara kemudian diambil oleh paman dan nenekku di Surabaya. Sementara aku tinggal bersama bibi di kota ini.

Setelah jatuh dan tak punya apa-apa, perlahan aku mulai ditinggalkan teman-temanku. Mereka tak mau lagi aku menjadi bagian dari kehidupan mereka, karena dianggap sudah tak punya apa-apa lagi. Dulu saat harta begitu mudah kuhamburkan, mereka berlomba mendekatiku, bahkan memperlakukanku bak ratu.

Rupanya, mereka hanyalah teman dalam suka, namun ketika duka menderaku, mereka menjauh dan enggan melirik. Kini, penyesalan yang kurasakan. Aku baru sadar telah melakukan kesalahan besar. Kuliahku berantakan, masa depanku telah terkoyak oleh banyak lelaki dan aku bukan lagi siapa-siapa.

Sampai saat ini, aku masih tinggal di kotaku, Makassar berharap ada lowongan pekerjaan yang terbuka untukku. Pembaca, kisah ini kuCeritakan agar tak ada yang mengalami nasib sepertiku. Sebelum bencana datang, mungkin ada baiknya sesalilah diri, agar tak terlanjur merana sepertiku. (BKM - Ingin Kirim Cerita?,

ISTRI MENINGGAL KARENA KELAKUANKU

Derita batin yang dialami istriku, dibawanya hingga akhir hayat. Sungguh tak ada yang paling kusesali kecuali rasa berdosa akan semua kelakuanku.

Pembaca, sebut saja aku Gali (samaran). Aku menikah dengan Dea (samaran) tahun 2002 lalu, dan kini telah dikaruniai seorang anak.

Dea tak mampu mengubah gaya hidupku yang saban hari hanya menghabiskan waktu di meja judi. Saat ijab kabul aku pernah berjanji tak akan lagi kembali ke dunia itu. Namun, waktu kemudian meluluhkan semuanya, aku tergiur lagi untuk menghabiskan lagi untuk menghabiskan uangku dengan judi.
Dea berusaha keras merubahku, tapi apa yang kuberikan hanyalah derita batin. Seringkali tanpa pernah kusadari, semua kebaikannya kubalas dengan pukulan. Dea tetap bersabar sampai anank pertama kami lahir.

Cemoohan dan tekanan dari keluarga yang diterimanya, membuat Dea menderita lahir batin. Rupanya, itu dipendam seorang diri, sehingga menjadi penyakit yang berkepanjangan. Sementara, aku hanya membiarkan itu terjadi padanya. Seolah tak terbersik sedikitpun kesadaran dalam hatiku untuk membahagikannya.

Setahun kemudian, Dea tergolek sakit di rumah sakit. Beberapa kali ia memintaku untuk membawanya ke rumah sakit, namun, semua tak kupedulikan. Aku lebih sibuk menghabiskan semua penghasilanku di meja judi bersama teman-temanku, ketimbang membiayai pengobatan Dea.

Hanya berselang beberapa bulan kondisi Dea makin memburuk. Dokter sudah tak mampu lagi mengatasinya. Semua terlambat, penyakit kanker yang diawali dengan tekanan mental selama ini, membuat nyawa Dea tak terselamatkan lagi.

Diakhir-akhir hidupnya barulah aku sadar, ternyata, Dea sudah membuktikan betapa selama ini ia terlalu berusaha berbakti padaku, sampai kemudian Tuhan benar - benar memanggilnya kembali. Aku sempat sadar ketika masa - masa kritis dilaluinya. Aku berjanji akan menghabiskan sisa hidupku untuk Dea. Tapi, rencana Tuhan lain, Dea dipanggilnya di saat aku mulai menyadari segalanya. Terlambat sudah, tinggal kini penyesalan yang ada.

Pembaca, entahlah apakah Tuhan masih membuka pintu ampunan bagiku. Yang jelas saat ini, aku berusaha untuk menggunakan waktuku untuk menjaga dan membesarkan anakku seorang diri. Aku sudah bersumpah tak akan ada wanita yang menggantikan posisi Dea di hatiku. Mudah-mudahan kisahku ini bisa menjadi pelajaran bagi semua. (BKM)

YULI TINGGALKAN AKU & ANAK DEMI HARTA

Aku menikah dengan Yuli memang modal nekat semata. Karena cinta tak lagi kami bendung. Akhirnya, satu-satunya jalan untuk tetap menyatu adalah kawin lari.

Meski waktu itu kuliahku belum rampung, aku tetap nekat menikahi Yuli. Entahlah, mungkin karena aku begitu takut kehilangan dia, sehingga nekat meminta restu dari ibuku untuk menikah di usia yang masih terbilang muda. Masih terbilang muda. Oh ya, waktu itu usiaku masih 23 tahun, sedang Yuli baru duduk di bangku kelas 3 SMU. Sampai kami dikaruniai dua anak dan mulai hidup mapan, kedua orang Yuli dari keluarga bangsawan yang kaya raya, belum juga mau mengakui sebagai menantu.

Padahal, aku sudah lakukan berbagai cara, berharap membukan mata hati mereka tentang siapa kami yang sekarang. Kemapananku sepertinya tak membuat mereka goyah untuk menerimaku.

Aku dan Yuli sudah memohon ampun. Tapi justru tak menghargai mereka.
Hanya syukurnya, belakangan ini mereka sudah mau menerima Yuli kembali. Yuli sudah bebas pergi ke rumah orang tuanya, bahkan sebagian harta warisan keluarga sudah dijatahkan sebagian untuknya. Sementara aku dan dua anakku, sama sekali tidak mendapat pengakuan. Orang tua Yuli masih tetap menganggap kami sebagai menantu dan cucu haram.

Sungguh menyakitkan, hanya untuk mendapatkan pengakuan dari seorang mertua aku telah menjual harga diriku dan mengorbankan perasaanku, tapi balasannya sungguh menyakitkan. Aku kasihan pada anakku, mereka tak bisa mengenal nenek mereka, padahal keduanya berhak untuk itu.

Beberapa kali kucoba membujuk Yuli agar mau membawa anak-anak ke rumah neneknya, namun Yuli tampaknya ogah-ogahan. Malah kalau aku sedikit memaksa, malah dianggap lain, pasti terjadi pertengkaran diantara kami, yang membuatku kesal, akhir-akhir ini Yuli sudah keseringan menginap di rumah orang tuanya tanpa izin dariku.

Sampai kemudian orang tua Yuli memberi ultimatum kepada Yuli untuk memilih kembali ke rumah dengan syarat meninggalkan aku, atau tetap memilih aku dan anak-anak tapi tak mendapat warisan.

Yuli benar-benar silau dengan harta. Mungkin karena dasarnya ia memang dari keluarga berada, atau karena aku yang tak pernah bisa memanjakannya dengan materi, ia langsung memutuskan untuk kembali ke orang tuanya.

Tega sekali pikirku, aku yang sekian tahun hidup dengannya dengan segala suka duka, serta dua anak yang ia lahirkan dari rahimnya, tega ia campakkan begitu saja, hanya karena kemilau harta. "Sungguh buta mata hatimu Yul", begitu kata terakhir yang kulontarkan kepadanya.

Kini, meski anak merengek minta ketemu ibunya, aku tak pernah sudi mempertemukan mereka, karena segala yang berhubungan dengan Yuli, tak akan lagi kubuka. Sebagai laki-laki, itu kupegang. Yuli telah mengambil keputusan yang dianggap baik untuk dirinya, dan sebagai lelaki aku tak mau mengubah keputusanku itu. Biarlah itu dijalaninya sendiri, aku tetap pada pendirianku.

CINTA DAN DOSA

Kisah ini adalah salah satu kisah kelam dalam hidupku, kutuliskan agar mendapat hikmah bagi para pembaca

Aku menjalin hubungan dengan seorang wanita yg sudah berkeluarga, aku sendiripun tidak pernah menyangka ini akan terjadi. Pada awalnya aku hanya menganggapnya sebagai seorang kakak saja.

Mungkin benar kata pepatah jawa "tresno jalaran soko kulino", mungkin karena terlalu sering berjumpa dan ngobrol membuat kami berdua jatuh cinta. Walaupun bincang-bincang kami pada awalnya hanya melalui ponsel saja tetapi rasanya rindu dan selalu ingin menelponnya setiap hari.

Barangkali si mbak ku ini juga merasa kesepian karena suaminya sering keluar kota. Jadi Mbak merasa leluasa ngobrol sebebasnya denganku sampai larut malam.

Hubungan via ponsel dengan Mbak berlangsung lama hingga suatu hari kami sepakat untuk bertemu dan jalan-jalan berdua. Sikapnya yang aneh dan perhatiannya yang begitu besar kepadaku membuatku hanyut dan menikmati saat-saat itu.

Hari itu, dia mengatakan sangat bahagia dan saat kudaratkan ciuman ke keningnya dia tidak menolak dan bahkan dia memejamkan dua metanya tanda kalau dia menyukaiku.

Sejak pertemuan pertama itu, kami semakin sering bertemu dan hubungan kami tidak lagi sekedar jalan-jalan saja tetapi sudah layaknya suami istri. Kami melakukan hubungan itu tanpa rasa canggung lagi.

Hingga suatu hari, apa yang selama ini aku takutkan akhirnya terjadi. Saat suatu malam saat aku sedang asik sms an dengan Mbak, tiba-tiba dering telpon masuk dari nomor Mbak. Tanpa pikir panjang aku langsung mengangkatnya tetapi suaru yang ku dengar bukan suara Mbak tapi suara laki-laki yang tak lain adalah suaminya.

Bukan kepalang kagetnya aku dan belum hilang kagetku aku masih harus masih menjawab serentetan pertanyaan darinya dan dari belakang telepon kudengar suara Mbak meminta maaf, suara tangisanya terdengar..

Dengan berbagai alasan aku mengelak semua tuduhannya tapi dia tak pernah percaya telpon pun terputus.

Sejak malam itu aku tak bisa berhubungan lagi dengannya, karena dia enggak masuk kerja dan telepon juga tidak pernah aktif. Hingga suatu hari, aku dapat telepon darinya dengan memohon maaf dan ucapan perpisahan darinya sungguh tak sanggup aku menerimanya..

Hidupku serasa pincang dengan hilangya dia dari hidupku, enggak ada semangat yang terpancar dari diriku sedikitpun, tapi aku mulai menerima semua demi kebahagianya bersama keluarga yang telah dipilihnya,....semoga bahagia.. maafkan smua kesalahanku

KUTEBUS SEGALANYA DENGAN PERCERAIAN

Sebut saja aku Diana (samaran). Sebenarnya aku tak cinta sama sekali pada Joko, meskipun ia sudah mengejarku dengan berbagai cara. Aku hanya menumpahkan cintaku pada Doni (samaran). Aku dan Doni pacaran 2 tahun. Hubungan kami sudah begitu jauh, sampai yang tak seharusnya kami lakukan pun, hampir menjadi lakon hidup kami setiap saat. Apa hendak dikata, cinta yang membuatku menyerahkan segalanya. Hingga akhirnya aku hamil.

Betapa panik aku saat itu. Bukan karena tak siap menjadi ibu atau istri dari lelaki yang kucintai itu, tapi justru aku panik karena Doni malah tak mau bertanggung jawab atas anak yang kukandung. Aku malah dituduhnya telah berhubungan intim dengan lelaki lain. Anak ini dianggapnya bukan darah dagingnya. Sungguh sikap yang tak pernah kuduga sebelumnya.

Mengapa aku rela menyerahkan mahkotaku pada Doni ? Karena aku yakin ia akan menjadi suami dan ayah dari anak-anakku kelak. Tapi kenyataan berkata lain. Aku dicampakkan setelah semua madu ia hisap dari tubuhkku. Sejak saati itu aku tak pernah lagi melihat Doni. Kabar terakhir dari adiknya, katanya ia berada di Kalimantan ikut pamannya di sana. Orang tua dan adik-adikku yang ikutan panik tak lagi punya cara lain untuk menyelamatkan aib keluarga kami.

Hingga akhirnya, Joko yang dulunya setengah mati mengejarku kini mulai mendekatiku. Ia tak tahu sama sekali kalau aku sekarang ini tengah mengandung janin Doni. Ketika kuberi kesempatan untuk mendekatiku, Joko langsung serius untuk melamarku. Bagiku ini sebuah kesempatan untuk menyelamatkan keluargaku dari aib. Akhirnya lamaran Joko kuterima, dan kamipun menikah.

Aku merasa begitu bersalah ketika harus menikah dengan Joko (samaran) karena ia bukanlah lelaki yang seharusnya bertanggung jawab atas anak yang tengah kukandung. Akhirnya, kuputuskan pergi darinya.
Meskipun bulan kelima kandunganku, Joko belum juga sadar kalau anak ini adalah darah daging Doni. Ia begitu memanjakanku, sampai-sampai aku bagai ratu dihadapannya. Kebaikan Joko ternyata meluluhkan semua kekhilafanku selama ini. Aku baru menyesal telah membuatnya kecewa dulu. Bahkan aku berfikir kalau dialah manusia yang berhati emas.

Kini dua pilihan meradang di jiwaku. Antara ingin mempertahankan rumah tangga kami atau melepaskan Joko karena rasa bersalahku. Sebulan anakku lahir, aku tak tahan seterusnya hidup dalam kebohongan dan kepura-puraan. Joko sudah begitu baik kepadaku. Akupun harus menelan semua kapahitan karena aku mengambil keputusan untuk menjauhi suamiku. Semua kulakukan demi menebus kesalahanku kepadanya.

Joko kini sadar kalau anak ini adalah darah daging Doni. Dengan air mata, aku pergi meninggalkan suamiku.

Joko sebenarnya sudah pasrah dengan kenyataan ini. Ia malah memilih bersatu kembali denganku meski anak dalam kandunganku bukan benihnya. Tapi aku sudah putuskan akan menjalani hidup dalam kesenderian. Semua demi menebus kesalahanku sendiri. (BKM)

SUAMI PUNYA WIL, AKU PUNYA SELINGKUH

Entah apa yang salah dari perkawinan kami. Setelah kutahu kalau suamiku punya WIL (wanita idaman lain), akupun nekat membalasnya dengan memelihara seorang lelaki untuk dijadikan teman selingkuh.

Kehancuran rumah tanggaku mulai terkuak ketika aku mendapati suamiku Ardi (samaran) berselingkuh dengan seorang wanita muda yang masih berstatus mahasiswa. Mereka ternyata telah menikah, diam-diam, Pikiranku kacau, aku tak mampu mengendalikan diri. Perasaan cinta dan kesetiaan yang kujaga selama ini telah dihancurkan Ardi. Meski aku mencoba bertahan dengan kondisi rumah tangga yang sudah awut-awutan, namun imanku sudah terkoyak. Jadinya apa? Hanya dendam yang membelenggu di benakku. Aku mulai mencari bagaimana mengobati sakit hatiku selama ini. Kalau harus cerai dengan Ardi, aku harus berpikir dulu karena tidak punya apa-apa lagi di kota ini. Kedua orang tuaku sekarang ada di Jawa, sementara aku sama sekali tidak punya pekerjaan untuk menopang hidup seorang diri.

Makanya, aku mencoba mempertahankan rumah tangga kami. Suamiku yang seorang pengusaha, menjanjikan akan memenuhi semua kebutuhan asal aku tidak lagi meributkan pernikahannya dengan wanita itu. Untuk langkah pertama, aku menerima keputusan itu. Aku pikir, itu jauh lebih baik ketimbang mengambil tindakan yang bisa merugikan rencanaku.

Tepat sekali, ketika Ardi pergi berbulan madu dengan isteri mudanya ke Jakarta, aku memanfaatkan kesempatan itu untuk mencari hiburan di luar rumah. Kebetulan saja, Ardi memberi uang belanja untuk sebulan, yang jumlahnya lumayan banyak untuk kuhamburkan.

Mulailah aku berkenalan dengan dunia malam. Beberapa diskotik, bar dan tempat hiburan kelas atas kujelajahi. Sampai suatu hari aku berkenalan dengan seorang pemuda di suatu tempat hiburan di hotel berbintang. Ketampanannya cukup membuatku tergiur, apalagi selama ini, hampir tak pernah lagi Ardi menyentuhku. Sebagai wanita normal, tentu saja aku sangat mengharapkan belaian hangat seorang lelaki. Perkenalanku dengan pemuda yang bernama Haris (samaran), seolah membuka kesempatan bagiku untuk balas dendam. Apalagi kulihat, Haris cukup pandai menaklukan wanita, termasuk aku. Hanya dalam tempo seminggu setelah perkenalan kami malam itu, aku dan Haris sudah melanjutkan hubungan di atas ranjang. Tak terpikirkan lagi olehku, bagaimana dosa yang harus kutanggung atas perselingkuhan ini. Yang penting aku bisa menikmati kehangatan Haris dan membalas sakit hatiku pada Ardi.

Berbulan-bulan hubungan gelap itu kujalani dengan Haris. Hingga kinipun, aku dan Haris masih terus berhubungan. Kalau suami lagi nginap di rumah istri mudanya, maka Harislah yang menggantikannya untuk menghangatkan malamku. Atau kalau tidak, kami bisa melakukannya di hotel. begitulah seterusnya hubungan terlarang ini berlanjut. Entah kapan semua ini akan kuakhiri. Yang pasti, aku menikmatinya. Sayang, kini bukan lagi karena dendam, namun rasa - rasanya aku mulai benar - benar jatuh cintah pada Haris. (BKM)
 
© 2009 Dibalik Kisah. All Rights Reserved | Powered by Blogger
Funky Dashboard Designed by Blogger Dashboard